KODE IKLAN DFP 1 Mengapa Pernikahan Kita Tidak Berkah? | Tausiah Media

Mengapa Pernikahan Kita Tidak Berkah?

KODE IKLAN 200x200
KODE IKLAN 336x280
Keberkahan adalah dambaan bagi setiap Muslimin yang menikah. Sebab ia bermakna bertambahnya kebaikan. Sebab berkah menjadi kunci sukses bagi sebuah rumah tangga hingga semua yang berada di bahteranya masuk surga. Bahagia bersama. Kekal di dalamnya.
Sayangnya, berkah dalam pernikahan itu misteri. Sangat rahasia. Tiada satu pun yang mengetahui, apakah pernikahannya diberkahi atau tidak. Anda, misalnya, mampukah menjawab saat ditanya, “Apakah pernikahanmu diberkahi?”

Kunci Utama

Ialah niat. Mengapa menikah? Untuk apa menikah? Bagaimana memantaskan diri? Bagaimana menentukan calon? Bagaimana menjemput calon? Bagaimana prosesi di dalam perkenalan, pernikahan, hingga proses setelah akad nikah, malam pertama misalnya.
Tatkala niat menikah cacat, kunci utamanya rusak. Akibatnya, menikah bukan lagi ibadah. Menikah tidak berjalan sebagaimana awal disyariatkannya. Di tahap ini, menikah hanya menjadi kedok penutup malu. Meski calon memiliki banyak catatan, pernikahan tetap harus dilaksanakan. Sebab, si wanita sudah hamil. Anak sudah ‘dicetak’ sebelum akad terucap.
Mungkinkah ada berkah jika awal mulanya sudah seperti ini? Mungkinkah? Jika ‘berkah’, siapa yang menjaminnya?
Agar berkah, benahi niatnya. Menikahlah karena Allah Ta’ala. Menikahlah dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Jika pun pernah salah di awal, jangan pernah putus asa. Bertaubatlah. Kembalilah ke jalan Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya taubat. Hanya dengan itu keberkahan akan muncul perlahan-lahan karena iman yang diperbarui.
Jika menolak akui keliru, bersiap-siaplah untuk jumpai akibat lain yang lebih berat. Na’udzubillah.

Proses

Apakah Anda mencari calon istri atau suami di keramaian sejenis tempat hiburan? Apakah pertama kali mengenal calon pasangan di pusat perbelanjaan? Apakah menemukannya dalam forum kajian? Apakah pertama jumpa dengannya di masjid dalam acara tabligh akbar, dzikir, atau i’tikaf Ramadhan?
Setelah pertemuan pertama, apa yang Anda lakukan? Apakah bergegas mendatangi wali dan menanyakan keluarganya karena sudah siap, atau mencoba terlebih dahulu secara diam-diam lantaran sudah tak kuat menahan kebelet?
Apakah setelah jumpah pertama itu, dan memang Anda belum mampu, ada kesungguhan untuk memperbaiki diri hingga layak bersanding dengannya? Apakah Anda benar-benar memohon kepada Allah Ta’ala agar layak bersanding dengannya atas nama cinta kepada-Nya?
Jangan-jangan, malam pertama tak lagi ada kesan lantaran sudah dicicipi jauh-jauh hari sebelum itu. Jangan-jangan, apa yang termasuk kejutan dan cicipan nikmat surga itu sudah pernah dilakukan sebelum akad, dengan terburu-buru dan mewariskan dosa serta rasa bersalah, hanya karena tidak mendapatkan izin dari orang tua atau agar terlihat sama dengan kebanyakan kelakuan manusia akhir zaman pada umumnya?
Ingatlah, Allah Ta’ala tidak hanya menilai hasil. Dia Ta’ala Mahaadil. Dia menilai proses. Dia Melihat kesungguhan. Setiap upaya pasti diberi balasan sesuai dengan motif di baliknya.
Amat sukar menggapai berkah, jika prosesnya saja sudah rusak. Apalagi berlama-lama menjalin hubungan tanpa status, berkali-kali jalan berdua, beralasan saat diingatkan, kemudian bertutur dengan rasa salah yang minimalis, “Biarkan. Allah Mahatahu. Tidak semua yang terjadi sesuai dengan keinginan kita.”
Gundhulmu!

Akad Nikah dan Walimah

Dalam berbagai kesempatan menghadiri akad nikah yang biasanya dilanjutkan dengan walimah pernikahan, saya sering bertanya kepada istri, “Bun, dari sekian banyak yang hadir, berapa orang yang datang dengan bismillah, senantiasa berdzikir di sepanjang perjalanan, dan hadir dengan doa barakah bagi kedua pasangan?”
Jika pertanyaan itu disampaikan kepada sahabat pembaca yang sudah menikah, mampukah menjawab berapa dengan angka? Berapa persen misalnya? Adakah separuh, satu perempat, sebagian besar, atau hanya sebagian kecil? Jangan-jangan, hanya secuil yang benar-benar sampaikan doa di hari nan dinanti itu.
Padahal, doa barakah itu yang paling utama. Doa-doa itulah yang menjadi salah satu sebab disyariatkannya walimah dan anjuran untuk menghadirinya.
Dan jika yang hadir saja tidak mendoakan, dari mana sebab berkah bagi pernikahan yang kita jalani?
Memang, doa tidak harus diperlihatkan. Tidak kudu disuarakan. Tapi, doa berasal dari hati. Doa itu memiliki resonansi. Doa itu ibarat gelombang yang bisa menggerakkan gelombang lain yang satu frekusensi.
Doa juga termanifestasi dalam raut wajah, bahasa tubuh, dan tutur kata. Alhasil, hati kita sudah mampu untuk menebak. Jiwa kita tak bisa berbohong.
Akan semakin rumit tatkala dalam walimah diiringi musik tanpa nuansa ruhani. Ditambah lagi jika musiknya suka-suka. Kemudian yang hadir hanya sibuk dengan hidangan, foto-foto, berdendang dan bergoyang. Termasuk penyanyi-penyanyi membuka aurat dengan gerakan mengundang syahwat.
Jika sedemikian ini, dimana letaknya berkah?
Semoga Allah Ta’ala ampuni dosa-dosa kita. Semoga Allah Ta’ala berkahi pernikahan dan rumah tangga kita. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Keluargacinta]
KODE IKLAN 300x 250
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
KODE IKLAN DFP 2
KODE IKLAN DFP 2